BDG Connex
Shows Venues Artworks Artists Sign in Sign up ◼︎

FUN FOLLOWS FUNCTION FOLLOWS FUN

Orbital Dago Jun 24th - Aug 8th, 2020

FUN FOLLOWS FUNCTION
Pameran Lucas and Sons

Pameran Fun Follows Function adalah pameran tunggal Lucas and Sons terdiri dari rangkaian karya obyek gubahan skateboard dan papan selancar dan beberapa lukisan yang berangkat dan mencerminkan munculnya praktek artistik dari wilayah sub-culture di Bandung khususnya, dimana bermunculan komunitas yang didasari kegiatan kesenangan atau hobi tertentu misalnya modifikasi motor berbagai merek dan tipe, musik punk dan lain sebagainya. Kegiatan komunitas ini kemudian menjadi bentuk gaya hidup dan juga membentuk budaya khas , terutama menjadi bagian identitas budaya kota Bandung yang kosmoplit. Lebih jauh lagi, kegiatan mereka menciptakan suatu ekostistem yang baru terutama dalam lingkup industri kreatif, seperti kemunculan para “maker atau kreator” yang mempunyai gerai maupun pasar tersendiri.

Lucas and Sons merupakan merek / brand papan skate dan seluncur (surfing) yang dibuat oleh lulusan Desain Produk Itenas angkatan 1994, Lucky Widiantara ( Lahir di Bandung 1975 ). Sejak tahu 1980-an ia sudah mengenal dengan kegiatan sub-kultur BMX dan skateboards terutama yang saat itu sudah muncul tokoh-tokoh skateboard awal kota Bandung seperti Rudy Sagir dan Iwan Aji bersama kelompoknya yang sering berskateboard di Taman Lalu Lintas Bandung. Bersama rekan lainnya sekitar tahun 1996, Lucky kemudian mendirikan merek UNKL347 yang bergerak dibidang clothing yang menjadi pelopor produsen pakaian anak muda , yang tak lepas dari kegiatan Lucky bersama kawan-kawan berskateboard dan berselancar (surfing) di pantai selatan ; Batu Karas.

Baru pada tahun 2009 ia membuat papan selancarnya sendiri dengan mendirikan merek Lucas and Sons, dan kemudian dijual dilingkungan temannya sendiri. Ia banyak mendapatkan cara bagaimana membuat papan selancar dari youtube, tetapi untuk membuat skateboard, ia mengakui dibutuhkan material kayu Mapple yang tidak mudah didapatkan di Indonesia, sehingga ia hanya menggubah papan skate untuk pajangan atau tak berfungsi. Papan seluncurnya ia pasarkan melalui komunitas surfing yang berkembang di Bali hingga mancanegara terutama Amerika Serikat. Bahkan kemudian ia bisa berkenalan dengan para surfer kelas dunia. Karya-karya pada pameran ini mungkin mewakili kekaryaan Lucky dalam menggubah obyek papan skate maupun surfing.

Gubahan papannya bermacam-macam, ada yang hanya menerapkan gambar / grafis-grafis dipapannya dan seperti botol datar merek “teh botol”atau bentuk dengan gubahan tiga dimensional seperti papan yang melipat, melingkar dan lain sebagainya, menjadi bentuk kuas besar, menggabungkan dengan papan surfing , membenamkan papan skate tersebut pada semen, atau membentuk patung robot seperti transformer. Lucky juga membuat lukisan diatas kanvas yang mengapropriasi lukisan klasik renaisan Michaelangelo ; a Creazione di Adamo, dengan sosok ikonik pada lukisan tersebut sedang bermain skateboard.


 FUN FOLLOWS FUNCTION
Pameran Lucas and Sons 
 
Pameran Fun Follows Function adalah pameran tunggal Lucas and Sons terdiri dari rangkaian karya obyek gubahan skateboard dan papan selancar dan beberapa lukisan yang berangkat dan mencerminkan munculnya praktek artistik dari wilayah sub-culture di Bandung khususnya, dimana bermunculan komunitas yang didasari kegiatan kesenangan atau hobi tertentu misalnya modifikasi motor berbagai merek dan tipe, musik punk dan lain sebagainya. Kegiatan komunitas ini kemudian menjadi bentuk gaya hidup dan juga membentuk budaya khas , terutama menjadi bagian identitas budaya kota Bandung yang kosmoplit. Lebih jauh lagi, kegiatan mereka menciptakan suatu ekostistem yang baru terutama dalam lingkup industri kreatif, seperti kemunculan para “maker atau kreator” yang mempunyai gerai maupun pasar tersendiri. 
 
Lucas and Sons merupakan merek / brand papan skate dan seluncur (surfing) yang dibuat oleh lulusan Desain Produk Itenas angkatan 1994, Lucky Widiantara ( Lahir di Bandung 1975 ). Sejak tahu 1980-an  ia sudah mengenal dengan kegiatan sub-kultur BMX dan skateboards terutama yang saat itu sudah muncul tokoh-tokoh skateboard awal kota Bandung seperti Rudy Sagir dan Iwan Aji bersama kelompoknya yang sering berskateboard di Taman Lalu Lintas Bandung. Bersama rekan lainnya sekitar tahun 1996, Lucky kemudian mendirikan merek  UNKL347 yang bergerak dibidang clothing yang menjadi pelopor produsen pakaian anak muda , yang tak lepas dari kegiatan Lucky bersama kawan-kawan berskateboard dan berselancar (surfing) di pantai selatan ; Batu Karas. 
 
Baru pada tahun 2009 ia membuat papan selancarnya sendiri dengan mendirikan merek Lucas and Sons, dan kemudian dijual dilingkungan temannya sendiri. Ia banyak mendapatkan cara bagaimana membuat papan selancar dari youtube, tetapi untuk membuat skateboard, ia mengakui dibutuhkan material kayu Mapple yang tidak mudah didapatkan di Indonesia, sehingga ia hanya menggubah papan skate untuk pajangan atau tak berfungsi. Papan seluncurnya ia pasarkan melalui komunitas surfing yang berkembang di Bali hingga mancanegara terutama Amerika Serikat. Bahkan kemudian ia bisa berkenalan dengan para surfer kelas dunia. Karya-karya pada pameran ini mungkin mewakili kekaryaan Lucky dalam menggubah obyek papan skate maupun surfing. 
 
Gubahan papannya bermacam-macam, ada yang hanya menerapkan gambar / grafis-grafis  dipapannya dan seperti botol datar merek “teh botol”atau bentuk dengan gubahan tiga dimensional seperti papan yang melipat, melingkar dan lain sebagainya, menjadi bentuk kuas besar, menggabungkan dengan papan surfing , membenamkan papan skate tersebut pada semen, atau membentuk patung robot seperti transformer. Lucky juga membuat lukisan diatas kanvas yang mengapropriasi lukisan klasik renaisan Michaelangelo ; a Creazione di Adamo, dengan sosok ikonik  pada lukisan tersebut sedang bermain skateboard. 
 
Karya-karya papan skate maupun seluncur Lucas and Sons dalam pameran Fun Follows Function ikut menandai suatu perkembangan praktek dan wacana seni rupa di Bandung bahkan di Indonesia umumnya. Terutama dilingkar luar perkembangan arus- utama seni rupa kontemporer, juga berkecambah bentuk-bentuk seni rupa dari ranah “seni rupa bawah”atau disebut lowbrow. 
 
Kemunculan istilah lowbrow art bermula di Los Angeles, California di dekade 1970-an , sebagai sebuah gerakan bawah tanah  dan akar rumput seni rupa yang berasal dari sub-kultur seperti juga musik punk, komik bawah tanah dan lainnya. Sering disebut dengan pop-surealisme. Hampir semua karya-karyanya sering memiliki rasa humor yang ceria, kadang-kadang nakal, dengan komentar-komentar yang sinis. Lowbrow dianggap karya seni kelas rendah dan lawan dari highbrow,  dimana sebagian praktisinya tidak mengenyam pendidikan resmi seni rupa. Karya -karya lowbrow sebagian besar adalah berbentuk lukisan, grafiti, mural, tetapi ada juga mainan (toys), seni digital, dan patung. 
 
Di Indonesia, Lowbrow dan bentuk seni jalanan dari awalnya adalah sebuah bentuk artikulasi perlawanan terhadap kekuasaan atau hegemoni . Maka pelaku seni ini dengan sadar  aksi artistiknya haruslah mempertimbangkan aspek “komunikasi visual”: yang memprovokasi, menarik perhatian dan diterima pesan-pesannya oleh publik luas. Pencarian-pencarian bahasa visual yang bisa mendekati publik sangat intensif,  kemudian memberikan jalan bagi munculnya alternatif estetika sebuah karya seni. Pintu terhadap kesadaran tersebut terbuka secara pemikiran pada akhir 1970-an dimana Gerakan Desember Hitam dan Gerakan Seni Rupa Baru muncul dengan jargon-jargon yang dimana memaksa dunia seni formal akademik untuk lebih sadar terhadap nilai kelokalan. Disini juga muncul kesadaran bahwa praktek seni rupa sebagai bentuk ' komunikasi ' bagi orang banyak.
 
Gejala bagaimana perubahan di dalam medan sosial seni rupa menyerap aspek seni jalanan dan lowbrow ini dimulai sejak 2004. Kurator Rain Rosidi mencatat bahwa ada beberapa galeri yang berperan memelihara dinamika hubungan spirit kreativitas seni yang memuja ketidak-mapanan, dengan pasar seni yang mengharapkan ketertiban laku seni dan administrasinya, yang kemudian beberapa galeri sadar membangun dialog itu dengan menampilkan jejak-jejak proses kreatif dan eksperimentasi seniman dalam ruang galeri, walaupun kadang di galeri kita hanya melihat dari secuil kerja artistik para seniman ini. Tapi dari sana munculah para perupa abad 21 yang meramaikan pasar seni mainstream Indonesia.
 
 
2018
Pameran tunggal Eksebisi No.o10 Studio Eksotika-Potato Head, Bali
Pameran bersama Arts_Unltd: XYZ 2018 
 
2005 
Pameran bersama CP Bienale 2005 (bersama EAT Group Artist) 
 
2004
TransIndonesia: Scoping Culture in Contemporary Indonesian Art. di Govett-Brewster New Plymouth , New Zealand (bersama EAT Group Artist)
 
 
 
 
 
 
 
 

© BDG Connex 2017 - 2024