BDG Connex
Shows Venues Artworks Artists Sign in Sign up ◼︎

[Seri Diskusi] Afternoon Tea #40: Jelang Seni Rupa 4.0

Selasar Sunaryo Art Space Mar 24th, 2018

Selasar Sunaryo Art Space dan Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan mengundang anda dalam:

Seri Diskusi
AFTERNOON TEA #40
“Jelang Seni Rupa 4.0”
bersama Bandu Darmawan
moderator: Mardohar B.B. Simanjuntak

Sabtu, 24 Maret 2018
15.00 di Bale Handap
Selasar Sunaryo Art Space

Thomas L. Friedman mengatakan bahwa kita sedang berada di era globalisasi ketiga (3.0) saat piranti lunak menjadi pemain utama. Lebih jauh, Philip Kotler dan timnya menggagas “globalisasi” yang keempat (4.0) saat piranti lunak yang mekanis menjadi humanis. Mekanisasi seni rupa pun ikut terjangkiti “gejala 4.0”. Seakan tidak ada yang lolos dari sentuhan mesin yang sangat manusiawi. Apa yang kita gadang-gadang sekarang sebagai sangat manusiawi mungkin dalam beberapa tahun lagi akan menjadi sangat mesin: yang sangat “kekitaan” dan seakan ada manusia terampil yang mengerjakannya. Lengan robotik sudah mulai luwes dan piawai mengayun kuas dan 3D printer sudah mulai siap menggantikan metode pembuatan patung konvensional manapun. Bersama perupa Bandu Darmawan kita akan mencoba mengintip sedikit ke masa depan, mencoba menarik peluang untuk membuat kemanusiaan kita menjadi perupa yang jauh lebih manusiawi dari mesin cerdas manapun.

Thomas L. Friedman dalam The World is Flat, A Brief History of the 21st Century mengatakan bahwa kita sekarang ada di era globalisasi ketiga –globalisasi 3.0 saat pemain utamanya adalah piranti lunak (softwares). Seperti tidak puas dengan gagasan Friedman, Philip Kotler dan timnya menggagas “globalisasi” yang keempat: 4.0 –saat software yang mekanis menjadi humanis. Revolusi digital yang sesungguhnya adalah saat digitalisasi ada di depan pintu rumah kita masing-masing.


Seni rupa ternyata juga mengalami tantangan yang lebih dahulu dialami oleh fotografi: bahwa aspek kamera yang humanis membuat seorang fotografer bahkan tidak perlu menekan pelepas rana –semua sudah dikerjakan oleh kamera. Petaka yang sama akhirnya menimpa seni rupa: bahwa lengan robotik sudah mulai luwes dan piawai mengayun kuas dan printer 3 dimensi sudah mulai siap menggantikan peran metode pembuatan patung konvensional manapun.


Celakanya lagi, mekanisasi seni rupa pun ikut terjangkiti “gejala 4.0”: apa yang mekanis sekarang semakin humanis. Seakan tidak ada yang lolos dari sentuhan mesin yang sangat manusiawi. Apa yang kita gadang-gadang sekarang sebagai sangat manusiawi, mungkin dalam beberapa tahun lagi akan menjadi sangat mesin –yang sangat “kekitaan”, seakan-akan ada manusia terampil yang mengerjakannya. Afternoon Tea kali ini, yang menghadirkan perupa Bandu Darmawan, akan mencoba mengintip sedikit ke masa depan, mencoba menarik peluang untuk membuat kemanusiaan kita menjadi perupa yang jauh lebih manusiawi dari mesin cerdas manapun.    




Profil Pembicara



Bandu Darmawan  berasal dari Cilacap, Jawa Tengah dengan latar belakang pendidikan Seni Intermedia di Institut Teknologi Bandung. Ia kerap kali bereksperimen menggunakan bermacam – macam medium untuk berbagai tujuan, seni salah satunya. Sebagai seniman, Bandu aktif mengikuti berbagai pameran, diantaranya re: emergence, serta Bandung New Emergence volume 6: LISTEN! di Selasar Sunaryo Art Space, dan Pekan Seni Media 2017 di Bandar Seni Raja Haji Ali, Pekanbaru, Riau. Bandu juga menjadi seniman partisipan di paviliun Indonesia untuk London Design Biennale di Sommerset House, London pada tahun 2016.



Mardohar B.B. Simanjuntak (lahir 1977) adalah dosen estetika di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung. Selain aktif mengajar dan meneliti di universitas, juga menjadi pegiat fotografi independen dan menjadi pembicara di forum seperti Seminar Estetik “Larut” yang diadakan oleh Galeri Nasional Indonesia. Ia kerap kali menjadi moderator di berbagai forum kebudayaan, menulis buku tentang estetika, filsafat dan politik dan berpartisipasi dalam beberapa pameran kelompok di Bandung.
 

© BDG Connex 2017 - 2024